Putusan MA untuk Angelina Sondakh, amunisi baru bagi Hakim Tipikor



Angelina Sondakh menangis, Image
Beberapa hari yang lalu, tayangan berita di semua stasiun TV memperlihatkan terpidana korupsi Wisma Atlet, Angelina Sondakh, nampak sekali raut mukanya yang kuyu. Bahkan ketika meninggalkan kantor KPK terlihat menangis, dan pingsan saat memasuki mobil tahanan KPK. Pemandangan ini kontras dengan apa yang diperlihatkan Angelina Sondakh saat menerima putusan hakim Tipikor, mantan Putri Indonesia dan anggota DPR dari Partai Demokrat ini terlihat “sumringah”, selalu menebarkan senyum, bahkan berfoto-foto ria. Kondisi depresi ini tidak lain akibat putusan Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara, denda Rp. 500 Juta, dan mengganti kerugian Negara hampir Rp. 27,4 Milyar, atau penjara selama 5 tahun jika ia tidak mampu membayar denda tersebut, padahal sebelumnya hakim Tipikor hanya memutus 4,6 tahun.

Apa yang terjadi pada Angelina Sondakh adalah hal yang wajar, secara manusiawi, beberapa orang mungkin merasa kasihan dengan nasibnya, sebagai seorang ibu, orang tua tunggal, bagaimana ia harus meninggalkan anaknya yang masih kecil. Namun, dalam rangka pemberantasan korupsi, apa yang dilakukan MA sungguhlah tepat untuk memberikan efek jera pada koruptor. Seringkali kita dibuat gemas melihat para koruptor di TV, mereka masih bisa menebar senyum padahal mereka telah melanggar hukum, menebar aib bagi keluarga. Ini juga yang terjadi pada saat Angelina Sondakh menerima putusan hakim Tipikor. Mungkin mereka pikir, nanti paling hukumannya lima tahunan, kan cuman sebentar, yang penting uangnya masih banyak.

Masyarakat seringkali dibuat gemes dengan vonis hakim terhadap koruptor, mereka yang merampok uang Negara milyaran rupiah, yang notabene uang rakyat juga, diganjar 4 – 5 tahun, sementara orang yang mencuri puluhan juta rupiah justru mendapatkan hukuman yang berat. Ini mengusik rasa keadilah masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum, keadilan di Negara tercinta ini seperti bilah pisau, tajam kebawah tumpul keatas. Ketika terdakwa orang kebanyakan, hakim “bisa” memutus dengan hukuman maksimal. Sementara jika pelakunya pejabat tinggi atau orang yang berduit, hakim seolah-olah selalu memutus dengan hukuman minimal. Dengan putusan MA terhadap Angelina Sondakh ini dapat menjadi “amunisi” baru bagi para hakim, khususnya hakim Tipikor untuk tidak segan-segan menghukum seberat-beratnya bagi koruptor.

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...